Ghostwriting: Etika, Hak Cipta, dan Tantangan Plagiarisme dalam Dunia Penulisan

Ghostwriting adalah tindakan dimana seorang penulis membuat tulisan untuk kepentingan orang lain. Individu yang melakukannya dikenal sebagai ghostwriter. Mereka merupakan penulis anonim yang menggunakan keterampilan menulis mereka untuk menghasilkan karya tulis atas nama klien. Sebagai seorang penulis, ghostwriter tidak memiliki klaim atas hak cipta karya tersebut setelah diterbitkan. Hak-hak yang dimiliki oleh ghostwriter terbatas pada bayaran yang dijanjikan dan insentif tambahan, tergantung pada kesuksesan penjualan karya yang mungkin mencapai tingkat tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, dengan menjual keahliannya, mereka secara bersamaan menghilangkan hak kekayaan intelektual sekaligus identitas mereka sebagai pencipta tulisan tersebut.

Tulisan dari ghostwriter dapat berupa seuah karya tulis fiksi maupun non-fiksi yang dipublikasikan secara luas sebagai literatur nonfisik ataupun sebagai karya fisik seperti buku. Tugas yang dilakukan ghostwriter cenderung berbeda-beda tergantung kesepakatan dengan klien. Sejumlah tugas ghostwriter dapat meliputi, mencari ide tulisan untuk klien; melakukan riset sesuai tema tulisan yang diinginkan klien; membuat rancangan konsep, mengedit, hingga mengembangkan konsep; hingga membuat tulisan secara utuh.

Lalu bagaimana batas etika agar karya tulis dengan jasa ghostwriter bebas dari plagiat?

Sesuai dengan definisi “pencipta” yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara individu atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.

Pasal 1 dari Undang-Undang tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa pencipta adalah mereka yang secara individu atau bersama menghasilkan suatu ciptaan. Dalam konteks penulis atau pengarang, mereka dianggap pencipta jika mereka secara sendiri-sendiri menulis karya ciptaan mereka. Namun, jika karya tersebut dihasilkan secara kolaboratif oleh beberapa individu, mereka dapat diakui sebagai co-author atau penulis bersama. Dalam konteks ini, baik penulis maupun co-author bekerja sama untuk menghasilkan suatu ciptaan yang unik, dan keduanya memiliki hak atas keuntungan yang diperoleh dari proses pembuatan karya tersebut.

Meskipun menggunakan jasa ghostwriter, seseorang tetap dapat mempertahankan hak moralnya sebagai penulis dengan syarat bahwa dia dapat membuktikan perannya sebagai penulis sejati, dan ghostwriter hanya membantu dalam proses penulisan dan penyuntingan. Apabila ghostwriter turut andil dalam proses pembuatan ide dan konsep karya tulis. maka klien tersebut dikenakan sanksi. Hal ini dikarenakan pemiliki ide dan konsep dari karya tersebut bukanlah dirinya melainkan ghostwiter selaku author asli yang menjual hak atas karyanya kepada klien.

Apabila ditinjau dari sisi moral, ghostwriting dapat menjadi perdebatan yang sulit. Praktik ghostwriting memang dapat mencangkup unsur plagiarisme karena melibatkan pengambilalihan hak cipta yang melanggar aturan sebenarnya. Meskipun tidak dapat dianggap sebagai pencurian, tetapi lebih sebagai bentuk penipuan dimana terdapat pelanggaran moral dan integritas.

Teori Hukum Alam mengungkapkan larangan meniru Hak Milik Intelektual orang lain tanpa izin, karena tindakan tersebut dianggap setara dengan perbuatan mencuri, yang secara moral tidak diperbolehkan. Larangan ini berlaku apabila ghostwriter ikut andil dalam pencetusan ide dan konsep dari karya tulis, tidak sekadar menulis dan menyunting. Di sisi lain, penganut ajaran Utilitarianism, yang dipimpin oleh Jeremy Bentham, menyatakan bahwa Hak Milik Intelektual memiliki nilai ekonomi. Pemiliknya telah menginvestasikan upaya dan biaya untuk menemukan atau menciptakan sesuatu sehingga menurut pandangan ini praktik ghostwriting mungkin sah-sah saja.

Ghostwriting dapat dianggap sebagai bentuk kecurangan serius yang merusak prinsip moral dan perlindungan hak cipta. Tidak hanya merugikan hak moral dari penulis atau pencipta asli, tetapi juga terkait dengan pemalsuan identitas dengan mengganti pencipta asli dengan pemegang hak cipta. Meskipun hak ekonomi dapat dipindahkan melalui pengalihan hak, hak moral akan tetap melekat pada pencipta asli.

Agar suatu karya tulis yang menggunakan jasa ghostwriting tidak terkena plagiasi, pengguna jasa harus dapat menunjukkan bahwa alasan penggunaan jasa tersebut hanya sebatas bantuan dalam proses pengetikan. Semua ide dan penyusunan keseluruhan karya tulis seharusnya berasal dari pelaku itu sendiri. Untuk membuktikan hal ini, dapat disajikan bukti seperti transkrip kertas, surat tertulis, atau rekaman elektronik yang dapat memverifikasi bahwa pelaku hanya menggunakan bantuan ghostwriter dalam penyusunan atau penulisan literasi, bukan dalam menciptakan isi atau ide karya tulis tersebut.

Referensi:

Achmad, A., & Roisah, K. (2020). Status Hukum Ghostwriter dan Pemegang Hak Cipta dalam Plagiarisme Menurut Undang-Undang Hak Cipta. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 9(2), 429. https://doi.org/10.24843/jmhu.2020.v09.i02.p15

Finance.detik.com. (2023, 08 Oktober). Ghost Writer: Pengertian, Tugas, Kelebihan, dan Kekurangan. Diakses pada 07 Januari 2024, dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6969743/ghost-writer-pengertian-tugas-kelebihan-dan-kekurangan

rungbuku.id. (2023, 02 Maret). Mengenal Jasa Ghost Writer Novel Berikut Layanannya. Diakses pada 07 Januari 2024, dari https://ruangbuku.id/artikel/layanan-jasa-ghost-writer-novel/

Stella-Maris, O., & Awala-Ale, A. (2017). Exploring Students’ Perception and Experience of Ghostwriting and Contract Cheating in Nigeria Higher Education Institutions. World Journal of Educational Research, 4(4), 551. https://doi.org/10.22158/wjer.v4n4p551

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai